Laman

Salam







Selasa, 10 April 2012

Because I’m different, I’m Extraordinary

Dare to be different, inspire...
Seorang “extraordinary” kadang dihadapkan pada problematika dalam dirinya dalam menyikapi kondisi masyarakat. Satu sisi harus menjaga idealisme dirinya, di sisi lain harus menghadapi realitas masyarakat yang semakin kompleks. Sehingga sangat wajar ketika ada kalanya untuk menjadi seorang “extraordinary” dibutuhkan kemampuan, mental, dan pondasi yang kuat agar tidak mudah tergoyahkan ketika sang angin dan badai menerjang. Dia harus siap untuk menjadi “unik” di tengah kondisi “umum” masyarakat. Bahkan bisa jadi menjadi pribadi yang “jarang” karena nilai dan norma yang berkembang di masyarakat semakin jauh dari seharusnya (baca: tuntunan Illahi).
Tahukah kita? Orang-orang “extraordinary” pernah hadir dalam untaian sejarah. Kisah yang paling populer adalah bagaimana sekelompok ashabul Kahfi harus terasing dari masyarakat. Bahkan dalam catatan sejarah, Kisah Ashabul Kahfi dikatakan terjadi di suatu tempat yang kini dikenal sebagai Gunung Pion (Mt. of Pion). Di sana terletak sebuah gua yang diberi nama Gua Tujuh Orang Peradu (The Cave of the Seven Sleepers) yang terletak di Efesus (Ephesus), Turki. Ini mengisyaratkan bahwa kisah ini betul-betul terjadi dan nyata.
Pelajaran yang bisa diambil dari kisah ini salah satunya adalah jangan khawatir dan takut untuk menjadi “extraordinary”.
“Untuk apa takut menjadi Extraordinary ketika itu benar”
Dalam berbagai ulasan sejarah, hanya orang-orang yang “berbeda” yang akan tertulis. Orang-orang biasa hanya akan dilupakan oleh waktu karena mungkin tidak “special” dan dianggap biasa-biasa saja.
Dalam terminologi agama, sebetulnya Allah memerintahkan agar hamba-hambanya senantiasa menjadi pribadi yang “extra” atau lebih dan istimewa. Sehingga bagi mereka yang memiliki tingkat keimanan dan ketakwaan “extra” akan memperoleh derajat dan predikat yang istimewa.

Lalu jikalau ditarik dengan kondisi saat ini?
Bisa jadi salah satu cara untuk dicintai Allah adalah dengan menjadi “orang asing”. Orang asing di sini adalah mereka yang memiliki pribadi berbeda dengan orang biasa, bukan orang biasa-biasa saja dengan kata lain menjadi orang Luar biasa atau Extraordinary.
Begitu luar biasanya, di saat orang biasa sedang tidur terlelap, tetapi dia bangun untuk berkomunikasi dengan sang Pencipta dengan shalat malam atau shalat Tahajud. Di saat orang biasa lebih banyak mementingkan kepentingan pribadi, dia memilih untuk memikirkan bagaimana perjuangan dan kepentingan umat. Di saat orang biasa nyaman dengan kenikmatan duniawi, “perbuatan yang mendekati zina”, kemewahan, bahkan kebanggaan pribadi, dia memilih untuk lepas dari belenggu dunia, jauh dari kesia-siaan, menjauhi perbuatan zina, berada dalam roda perjuangan, dan melepaskan zona nyaman.
Kadang orang biasa-biasa menganggap mereka tak mampu, lemah, kampungan, tidak “gaul”, menyimpang, atau apapun julukannya. Karena mereka orang “extraordinary” memang berbeda.
Sebetulnya bukan berarti mereka tidak mampu untuk menjadi “orang biasa”, bahkan jika mau, dia akan menjadi yang lebih pula, atau dianggap paling biasa-biasa oleh orang biasa.
Namun itu bukan masalah mampu dan tidak mampu, tetapi ini soal prinsip hidup yang harus diperjuangkan. Karena orang-orang extraordinary meyakini bahwa kenikmatan dunia akan diperoleh ketika manusia memiliki orientasi yang lebih tinggi yaitu akhirat. Kehidupan dunia adalah singkat seperti musafir yang mampir minum dan mengadakan perjalanan jauh. Bagaimana nikmat dan mewahnya kehidupan dunia ini akan berakhir, hilang lenyap sesuai dengan arti fana.
Kehidupan Akhirat? Kehidupan yang tak berujung, yang tak mungkin diulangi, yang tak mungkin diakhiri… Jikalau selamat maka akan terus selamat, jikalau celaka maka akan terus celaka…
Maka beruntunglah bagi orang-orang “extraordinary”, jangan khawatir dengan “idealisme” yang kau genggam, jangan menangis atas kesusahan yang kau alami karena akan ada balasan yang jauh lebih besar… Memang adakalanya menjadi “extraordinary” menjadikan dia menjadi “asing” untuk saat ini. Namun itu bukan masalah, karena Rasulullah pun bersabda dalam hadits sebagai berikut: “Islam pernah dianggap asing saat kedatangannya dan kelak di akhir zaman, Islam juga dianggap asing. Maka beruntunglah orang-orang yang dianggap asing.”(HR. Muslim dari Abi Hurairah).
“Mudah-mudahan kita mampu untuk menjadi orang-orang Extraordinary”
Wallahu’alam.

Sumber: Hadi Susanto

Rabu, 28 Maret 2012

Cinta Karena Allah SWT

Cinta adalah luapan perasaan suka, dengan segala ekspresinya, melalui ceria senyum wajahnya, dengan lembut dan baik lisannya, dengan kasih pelukan, dengan semangat sikap, dengan hati riang, dan selalu khusnudzan dalam pikirannya.

Cinta kepada sesama dalam Islam adalah perasaan yang memancar karena adanya ketaqwaan dan bermuara kepada pengendalian yang kokoh dengan taliNya (i’tisham bi hablillah).
Maka cinta seperti itu hanya akan tumbuh dengan subur dalam ikatan mulia yang bernama ukhuwah (persaudaraan) yang didasarkan sendi-sendi tersebut. Ikatan tersebut merupakan tujuan suci, cahaya rabbaniyah sekaligus merupakan nikmat Ilahiyah. Oleh sebab itu Allah hanya akan menuangkan cahaya dan nikmatnya pada hati dari setiap hambaNya yang mukhlis (ikhlas), mensucikan dan melindungi diri-mereka dengan akhlaq yang terpuji.

Untuk mengetahui segala-galanya tentang cinta, manusia perlu merujuk kepada pencipta cinta itu sendiri yakni Allah SWT. Tuhan menciptakan cinta, maka Dialah yang Maha Mengetahui sifat dan rahasianya. Cinta itu indah karena diciptakan oleh Allah Yang Maha Indah.   Rasulullah SAW bersabda,” Allah itu indah dan cintakan keindahan” Bukan saja indah, cinta yang diciptakan Allah itu bertujuan untuk menyelamatkan, menenteramkan dan membahagiakan manusia
Allah berfirman;
مُّحَمَّدٌ رَّسُولُ اللَّهِ ۚ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ ۖ
“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka.” (QS. Al-Fath: 29).
Ayat di atas menunjukkan bahwa Rasulullah SAW mempunyai rasa cinta dengan para sahabat, di samping sifat kerasnya terhadap orang kafir. Dan ke dua sifat tersebut ada karena Allah semata, cinta dan keras/tegas karena Allah SWT.
Allah berfirman;
وَالَّذِينَ تَبَوَّءُوا الدَّارَ وَالْإِيمَانَ مِن قَبْلِهِمْ يُحِبُّونَ مَنْ هَاجَرَ إِلَيْهِمْ وَلَا يَجِدُونَ فِي صُدُورِهِمْ حَاجَةً مِّمَّا أُوتُوا وَيُؤْثِرُونَ عَلَىٰ أَنفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ ۚ وَمَن يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ ﴿٩﴾
“Dan orang-orang yang Telah menempati kota Madinah dan Telah beriman (Anshar) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshar) ‘mencintai’ orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). Dan mereka (Anshar) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka Itulah orang-orang yang beruntung” (QS. Al-Hasyr: 9).
Perasaan bersaudara secara tulus inilah yang akan melahirkan pribadi mukmin yang mempunyai rasa kasih sayang dengan se jujur-jujurnya dan sebenar-benarnya serta perasaan ikhlas sejati. Yang akan selalu mengambil sikap positif dalam hal bercinta dan saling mengutamakan, kasih sayang dan saling memaafkan, serta dengan membantu dan saling melengkapi. Juga menghindari hal-hal negatif seperti menjauhkan diri dari segala yang menyebabkan mudarat (bahaya) dalam diri mereka, dalam harta mereka, dan dalam harga diri mereka.

Anas RA meriwayatkan dari Nabi saw. Beliau bersabda,
ثَلَاثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ حَلَاوَةَ الْإِيمَانِ أَنْ يَكُونَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءَ لَا يُحِبُّهُ إِلَّا لِلَّهِ وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُودَ فِي الْكُفْرِ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِي النَّارِ
“Ada tiga perkara yang barangsiapa berada di dalamnya akan mendapatkan manisnya keimanan: Agar Allah dan Rasul-Nya lebih dicintainya daripada selain keduanya. Agar ia mencintai seseorang atau membencinya karena Allah. Dan agar benci untuk kembali kepada kekafiran sebagaimana ia tidak suka dilemparkan ke neraka.” (Muttafaq Alaihi).

Oleh karena itu ukhuwah fillah merupakan sifat yang lazim dari konsekuensi keimanan, dan merupakan perangai yang cocok sebagai teman bagi ketaqwaan. (Konklusi nya) tidak ada persaudaraan sejati tanpa adanya iman, dan tidak ada iman tanpa adanya persaudaraan.
Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertaqwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat.” QS Al Hujurat 10)

Abu Hurairah meriwayatkan dari Nabi saw. Beliau bersabda;
سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمْ اللَّهُ تَعَالَى فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ إِمَامٌ عَدْلٌ وَشَابٌّ نَشَأَ فِي عِبَادَةِ اللَّهِ وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ فِي الْمَسَاجِدِ وَرَجُلَانِ تَحَابَّا فِي اللَّهِ اجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ وَرَجُلٌ دَعَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ فَقَالَ إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ بِصَدَقَةٍ فَأَخْفَاهَا حَتَّى لَا تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِينُهُ وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللَّهَ خَالِيًا فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ
“Ada tujuh golongan yang akan dilindungi Allah di hari yang tiada perlindungan selain perlindungan Allah: Pemimpin adil, pemuda yang tumbuh besar dalam ibadah kepada Allah, seseorang yang hatinya terkait dengan masjid, dua orang yang saling mencintai karena Allah, bertemu dan berpisah karena Allah, seseorang yang dipanggil seorang wanita (untuk berzina) yang mempunyai kedudukan dan kecantikan, ia mengatakan aku takut kepada Allah, seseorang yang bersedekah lalu menyembunyikan sedekahnya sampai tangan kirinya tidak tahu apa yang dilakukan tangan kanannya, dan seseorang yang mengingat Allah di kala sepi lalu berlinang air matanya.” (Muttafaq Alaihi).

Jika kita mendapati suatu persaudaraan yang di belakangnya tidak didukung oleh keimanan maka kita akan dapat mengetahui bahwa persaudaraan semacam itu tidak akan membawa kemaslahatan dan manfaat yang saling timbal balik. Begitu juga bila kita dapati keimanan yang tidak didukung oleh persaudaraan maka bisa kita simpulkan betapa rendah kadar keimanan itu.

Abu Hurairah RA meriwayatkan, Rasulullah SAW bersabda,
لَا تَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ حَتَّى تُؤْمِنُوا وَلَا تُؤْمِنُوا حَتَّى تَحَابُّوا أَوَلَا أَدُلُّكُمْ عَلَى شَيْءٍ إِذَا فَعَلْتُمُوهُ تَحَابَبْتُمْ أَفْشُوا السَّلَامَ بَيْنَكُمْ
“Kalian tidak akan masuk surga sampai kalian beriman, dan kalian tidak akan beriman sampai kalian saling mencinta. Maukah aku tunjukkan kepada kalian kepada sesuatu yang jika kalian lakukan akan saling mencinta; sebarkan salam di antara kalian.” (Muslim).

Abu Hurairah RA meriwayatkan, Rasulullah SAW bersabda;
أَنَّ رَجُلًا زَارَ أَخًا لَهُ فِي قَرْيَةٍ أُخْرَى فَأَرْصَدَ اللَّهُ لَهُ عَلَى مَدْرَجَتِهِ مَلَكًا فَلَمَّا أَتَى عَلَيْهِ قَالَ أَيْنَ تُرِيدُ قَالَ أُرِيدُ أَخًا لِي فِي هَذِهِ الْقَرْيَةِ قَالَ هَلْ لَكَ عَلَيْهِ مِنْ نِعْمَةٍ تَرُبُّهَا قَالَ لَا غَيْرَ أَنِّي أَحْبَبْتُهُ فِي اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ قَالَ فَإِنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكَ بِأَنَّ اللَّهَ قَدْ أَحَبَّكَ كَمَا أَحْبَبْتَهُ فِيهِ
“Bahwa seseorang sedang mengunjungi saudaranya di sebuah desa dan Allah mengutus seorang malaikat untuk memantau jalannya. Sesampainya di tempat itu ia berkata, ‘Hendak ke mana kamu?’ Ia menjawab, ‘Aku hendak menemui seorang saudara di negeri ini.’ Ia bertanya, ‘Apakah ada kenikmatan yang kamu inginkan darinya?’ Ia menjawab, ‘Tidak, hanya karena aku mencintainya karena Allah Azza wa Jalla.’ Ia (malaikat) berkata, ‘Ketahuilah bahwa aku ini utusan Allah, (untuk memberitakan kepadamu) bahwa Allah telah mencintaimu sebagaimana kamu mencintainya karena-Nya.”

Al-Barra’ bin ‘Azib RA meriwayatkan dari Nabi saw, Beliau bersabda tentang orang-orang Anshar,
لَا يُحِبُّهُمْ إِلَّا مُؤْمِنٌ وَلَا يُبْغِضُهُمْ إِلَّا مُنَافِقٌ فَمَنْ أَحَبَّهُمْ أَحَبَّهُ اللَّهُ وَمَنْ أَبْغَضَهُمْ أَبْغَضَهُ اللَّهُ
“Tidak ada yang mencintai mereka selain orang mukmin dan tidak ada yang membenci mereka selain orang munafiq. Siapa mencintai mereka Allah akan mencintainya dan siapa membencinya Allah akan murka kepadanya.” (Muttafaq Alaih).
Muadz meriwayatkan, aku mendengar Rasulullah saw bersabda;
قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ الْمُتَحَابُّونَ فِي جَلَالِي لَهُمْ مَنَابِرُ مِنْ نُورٍ يَغْبِطُهُمْ النَّبِيُّونَ وَالشُّهَدَاءُ
“Allah Azza wa Jalla berfirman, ‘Bagi orang-orang yang saling mencintai karena keagungan-Ku mimbar-mimbar dari cahaya dari cahaya yang membuat iri para nabi dan syuhada.” (Tirmidzi, hadits hasan).

Dr Yusuf Qaradhawi dalam bukunya Al Mujtama’ Al Islami mengatakan bahwa ukhuwah Islamiyah yang bercita-cita luhur itu mampu melahirkan al-ikhaa’ul Islami. Dan tujuan terpenting dari padanya adalah persamaan hak (al musaawah), saling membantu (at-ta’aawun), dan cinta kasih karena Allah (al hubb fillah)

Abu Idris Al-Khaulani RA bercerita;
دَخَلْتُ مَسْجِدَ دِمَشْقَ فَإِذَا فَتًى شَابٌّ بَرَّاقُ الثَّنَايَا وَإِذَا النَّاسُ مَعَهُ إِذَا اخْتَلَفُوا فِي شَيْءٍ أَسْنَدُوا إِلَيْهِ وَصَدَرُوا عَنْ قَوْلِهِ فَسَأَلْتُ عَنْهُ فَقِيلَ هَذَا مُعَاذُ بْنُ جَبَلٍ فَلَمَّا كَانَ الْغَدُ هَجَّرْتُ فَوَجَدْتُهُ قَدْ سَبَقَنِي بِالتَّهْجِيرِ وَوَجَدْتُهُ يُصَلِّي قَالَ فَانْتَظَرْتُهُ حَتَّى قَضَى صَلَاتَهُ ثُمَّ جِئْتُهُ مِنْ قِبَلِ وَجْهِهِ فَسَلَّمْتُ عَلَيْهِ ثُمَّ قُلْتُ وَاللَّهِ إِنِّي لَأُحِبُّكَ لِلَّهِ فَقَالَ أَللَّهِ فَقُلْتُ أَللَّهِ فَقَالَ أَللَّهِ فَقُلْتُ أَللَّهِ فَقَالَ أَللَّهِ فَقُلْتُ أَللَّهِ قَالَ فَأَخَذَ بِحُبْوَةِ رِدَائِي فَجَبَذَنِي إِلَيْهِ وَقَالَ أَبْشِرْ فَإِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ قَالَ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى وَجَبَتْ مَحَبَّتِي لِلْمُتَحَابِّينَ فِيَّ وَالْمُتَجَالِسِينَ فِيَّ وَالْمُتَزَاوِرِينَ فِيَّ وَالْمُتَبَاذِلِينَ فِيَّ
“Aku pernah memasuki masjid Damaskus, ternyata di sana terdapat seorang pemuda dengan gigi yang putih dan orang-orang bersamanya. Jika mereka memperselisihkan sesuatu mereka mengandalkannya dan mengembalikannya kepada pendapatnya. Aku pun bertanya tentangnya dan dijawabnya bahwa dia Muadz bin Jabal. Esok harinya aku berangkat (ke masjid) pagi-pagi, ternyata ia telah mendahuluiku. Aku mendapatinya melakukan shalat. Ia mengatakan, aku pun menunggunya sampai ia menyelesaikan shalatnya. Setelah itu aku menemuinya dari depannya dan aku ucapkan salam kepadanya dan aku katakan, ‘Demi Allah, aku mencintaimu karena Allah’ Ia mengatakan, ‘Allah.’ Aku katakan, ‘Allah.’ Ia katakan, ‘Allah?’ Aku katakan, ‘Allah,’ Lalu ia memegang dada jubahku dan menarikku kepadanya dan berkata, ‘Berbahagialah karena aku pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda, ‘Alah Tabaraka wa Ta’ala berfirman, ‘Orang-orang yang saling mencinta karena-Ku pasti mendapatkan kecintaan-Ku, yang bergaul karena-Ku, yang saling mengunjungi karena-Ku, dan yang saling berkorban karena-Ku.” (Hadits shahih riwayat Malik di Al-Muwattha’ dengan sanad shahih).

Abu Karimah Al-Miqdad bin Ma’di Karib RA meriwayatkan Nabi saw Beliau bersabda,
إِذَا أَحَبَّ الرَّجُلُ أَخَاهُ فَلْيُخْبِرْهُ أَنَّهُ يُحِبُّهُ
“Jika seseorang mencintai saudaranya hendaknya ia memberitahukan kepadanya bahwa dia mencintainya.”(Tirmidzi dan Abu Dawud, hadits hasan shahih).
Muadz RA. Meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW memegang tangannya seraya bersabda,
يَا مُعَاذُ وَاللَّهِ إِنِّي لَأُحِبُّكَ وَاللَّهِ إِنِّي لَأُحِبُّكَ فَقَالَ أُوصِيكَ يَا مُعَاذُ لَا تَدَعَنَّ فِي دُبُرِ كُلِّ صَلَاةٍ تَقُولُ اللَّهُمَّ أَعِنِّي عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ
“Hai Muadz, demi Allah, aku mencintaimu karena Allah. Lalu aku berwasiat kepadamu, ya Muadz, jangan sampai –setiap kali usai shalat- kamu tidak mengucapkan, ‘Ya Allah, tolonglah aku untuk berdzikir kepada-Mu, bersyukur kepada-Mu, dan beribadah dengan baik kepada-Mu.” (Abu Dawud dan Nasa’i dengan sanad shahih).

Anas RA meriwayatkan bahwa,
أَنَّ رَجُلًا كَانَ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَمَرَّ بِهِ رَجُلٌ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي لَأُحِبُّ هَذَا فَقَالَ لَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَعْلَمْتَهُ قَالَ لَا قَالَ أَعْلِمْهُ قَالَ فَلَحِقَهُ فَقَالَ إِنِّي أُحِبُّكَ فِي اللَّهِ فَقَالَ أَحَبَّكَ الَّذِي أَحْبَبْتَنِي لَهُ
“Seseorang berada di sisi Nabi SAW. Kemudian seseorang lewat dan berkata, ‘Ya Rasulullah, aku mencintai orang ini.’ Nabi bersabda kepadanya, ‘Apakah kamu sudah memberitahukan kepadanya?’ (Anas) berkata, lalu ia menyusulnya dan mengatakan, ‘Aku mencintaimu karena Allah.’ Orang itu menjawab, ‘Mudah-mudahan Allah mencintaimu sebagaimana kamu mencintaiku karena-Nya.” (Abu Dawud dengan sanad shahih).
Berikut ini ada beberapa cara praktis sebagai panduan untuk tercapainya kekokohan ruh cinta karena Allah, yaitu:
  1. Memberi tahu kepada al akh (saudara) yang dicintai.
    Rasulullah bersabda: “Apabila seseorang mencintai saudaranya maka hendaklah ia memberi tahu kepadanya “ (HR Abu Daud dan Turmudzi)
  2. Memanjatkan doa untuknya dari kejauhan ketika mereka saling berpisah.
    Diriwayatkan dari Umar Bin Khathab RA bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Aku minta izin (pamit) kepada Rasulullah untuk melaksanakan umrah”. Kemudian Rasulullah mengizinkan dan berkata ” Jangan lupa doa kan kami ” Lalu beliau mengatakan suatu kalimat yang menggembirakan ku bahwa aku mempunyai kebahagiaan dengan kalimat tersebut di dunia. Dalam suatu riwayat beliau berkata: “Kami mengiringi do’a wahai saudaraku”
  3. Bila berjumpa dengan al akh lain maka tunjukkanlah senyum kegembiraan dan muka manis.
    Rasulullah bersabda “Janganlah engkau meremehkan kebaikan apa saja (yang datangnya dari saudaramu). Dan jika engkau berjumpa saudaramu maka berikanlah dia senyum kegembiraan” (HR Muslim)
  4. Berjabat tangan bila bertemu.
    Rasulullah SAW menganjurkan umatnya bila bertemu dengan saudara-saudaranya agar cepat-cepatlah berjabat tangan. Hal di atas berdasarkan hadits yang diriwayatkan Abu Daud dari Barra, Bersabda Rasulullah SAW: “Tidak ada dua orang mukmin yang berjumpa lalu berjabatan tangan melainkan keduanya diampuni dosanya sebelum berpisah”.
  5. Menyempatkan diri untuk mengunjungi saudaranya.
    Dalam kitabnya Al Muwathta, Imam Malik meriwayatkan: Rasulullah SAW pernah bersabda bahwa, “Allah berfirman: Pasti akan mendapat cinta-Ku orang-orang yang mencintai karena Aku, dimana keduanya saling berkunjung karena Aku dan saling memberi karena Aku”.
  6. Menyampaikan ucapan selamat yang berkenaan dengan sukses yang dicapai saudaranya. Diriwayatkan oleh Anas bin Malik Ra bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa mengucapkan selamat kepada saudaranya ketika saudaranya mendapat kebahagiaan niscaya Allah menggembirakannya pada hari kiamat”. (HR Thabrani dalam Ma’jamush Shaghir)
    Contoh yang pernah diajarkan oleh Rasul adalah:
    a. Berkenaan dengan kelahiran anak
    b. Ketika datang dari medan jihad
    c. Apabila kembali dari menunaikan haji
    d. Bila ada yang menikah
    e. Saat Iedul fitri
  7. Memberikan hadiah yang bersifat insidental.
    Iman Dailami meriwayatkan dari Anas dan Marfu’ bahwa Rasulullah SAW bersabda “Hendaklah kalian saling memberikan hadiah karena hadiah itu dapat mewariskan rasa cinta dan menghilangkan kekotoran hati”.
  8. Menaruh perhatian terhadap keperluan saudaranya.
    Diriwayatkan oleh Abu Hurairah RA bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Siapa yang meringankan beban penderitaan seorang mukmin di dunia pasti Allah akan meringankan beban penderitaannya di akhirat kelak. Siapa yang memudahkan orang yang dalam keadaan susah pasti Allah akan memudahkan urusannya di dunia dan akhirat. Siapa yang menutupi aib seorang muslim pasti Allah akan menutupi (aib nya) di dunia dan akhirat. Dan Allah akan selalu menolong hamba-Nya jika hamba tersebut menolong saudaranya.” (HR Muslim)
  9. Menegakkan hak-hak ukhuwah saudaranya.
    Dalam rangka mempererat ukhuwah maka adalah wajib bagi al akh untuk menunaikan hak-hak yang dimiliki al akh lain, seperti menjenguk saudaranya yang lain bila sakit, mendo’akan bila bersin, dan menolong bila teraniaya (dizhalimi).
Allah SWT tidak mengaruniakan rasa cinta semata-mata, tetapi Allah juga mengaruniakan ‘hukum’ cinta yang mesti dipatuhi demi mencapai maksud penciptaannya. Dengan ‘hukum’ itu, Allah mengatur agar cinta senantiasa selamat dan menyelamatkan. Begitulah cinta dalam Islam, ia mempunyai kaidah dan peraturan demi menjaga kemurnian dan kesuciannya.
Tentang Cinta itu sendiri, Rasulullah dalam sabdanya menegaskan bahwa tidak beriman seseorang sebelum Allah dan Rasul-Nya lebih dicintai daripada selain keduanya. Al Ghazali berkata: “Cinta adalah inti keberagamaan. Ia adalah awal dan juga akhir dari perjalanan kita. Kalaupun ada maqam yang harus dilewati seorang sufi sebelum cinta, maqam itu hanyalah pengantar ke arah cinta dan bila ada maqam-maqam sesudah cinta, maqam itu hanyalah akibat dari cinta saja.”

_Saudaraku Seaqidah_Ingin kusampaikan_Aku Mencintai Kalian_Karena Allah_Pure because Him_

Selasa, 27 Maret 2012

Mengelola Rasa Cinta " Ilegal "

Sebenarnya tak salah kita memiliki rasa cinta. Karena kita manusia yang dibekali dengan rasa ini. Mungkin ada yang bertanya, bisa gak ya aktivis dakwah jatuh cinta? Hah… pertanyaan yang sangat mendiskreditkan aktivis dakwah. Bukankah mereka manusia biasa, sama seperti manusia lainnya. Bukankah mereka juga manusia normal yang hanya berusaha jalani kehidupan dengan aturan-aturan syariatNya. Sekali lagi mereka hanya manusia biasa yang juga memiliki rasa cinta.

Namun rasa cinta seorang aktivitas dakwah hendaknya hanya dimekarkan semekar-mekarnya saat telah dibingkai dengan ikatan suci (pernikahan). Karena nikah dalam Islam adalah ibadah maka wajar dalam perjalanannya pasti melewati rintangan godaan syaitan laknatullah. Mereka tak ikhlas jika manusia menikahnya mulus-mulus saja tanpa disertai kemaksiatan. Maka mereka mekarkan rasa cinta yang menggelayuti hati manusia dengan fatamorgana keindahan. Mereka goda dua insan yang memiliki rasa itu untuk menikmatinya dalam kesendirian. Sungguh wajar akhirnya banyak kita temui orang-orang yang sebelum memasuki jenjang pernikahan melewatinya dengan pacaran yang berlangsung lama bahkan ada yang kebablasan berzina lantaran ketidakmampuan menahan gejolak nafsu syahwat yang semakin membara. Tidak sedikit kita dengar pernikahan mereka yang dibumbui dengan kemaksiatan pada awal perjalanannya berakhir tragis di tengah jalan atau bahkan saat memulai perjalanan itu dalam bingkai pernikahan.

Apa yang menyebabkan ini semua? Jawaban sederhananya adalah, saat berpacaran setiap pasangan hanya menampilkan keindahan-keindahan dan berusaha sekuat-kuatnya menutupi aib diri yang dimiliki. Mereka hanya ingin memberikan yang terbaik pada pasangannya. Maka wajar ketika awal membangun biduk rumah tangga keindahan-keindahan dulu yang dirasakan seakan-akan berputar 180 derajat. Mereka yang tidak siap menerima kenyataan ini akan berontak hatinya. Karena sudah tak mampu menerima kenyataan yang ada terjadilah sesuatu yang halal namun sangat dibenci Allah itu ”perceraian”. Dan inilah akhir tragis yang sangat menyesakkan kehidupan dua Bani Adam yang membangun biduk rumah tangga.

Sungguh ajaran Islam sangat indah, syariat nikah dihadirkan untuk memuliakan manusia. Ketika rasa “illegal” itu tiba maka Islam telah menyiapkan solusinya melalui pernikahan. Ketika belum mampu untuk menikah maka perbanyaklah puasa sunnah dan menyibukkan diri dengan hal-hal yang bermanfaat. Jika hal ini dilakukan peluang melakukan maksiat akan terkikis habis dan syaitan akan pergi dengan perasaan putus asa. Peluangnya menggoda sudah tak ada , walaupun kita harus yakin syaitan planner kejahatan terbaik. Mereka pasti punya rencana lain yang akan menjerumuskan manusia kepada kubangan kemaksiatan dan lumpur-lumpur dosa yang menyesakkan jiwa.

Lalu bagaimana seharusnya aktivis dakwah menyikapi kehadiran rasa “illegal” dalam hatinya kepada lawan jenis. Satu hal yang mesti dipahami, tidak ada yang salah dengan rasa illegal itu. Rasa itu adalah fitrah yang Allah hadirkan dalam setiap hati manusia. Mencintai dan dicintai adalah kata yang tidak bisa dipisahkan dalam keseharian menjalani kehidupan. Ketika rasa ”illegal” itu hadir maka aktivis dakwah wajib mengelolanya dengan benar. Jangan sampai rasa itu menjerumuskannya dalam jurang kemaksiatan. Jangan sampai rasa itu menjauhkannya dari kecintaan hakiki kepada Allah. Tetap tancapkan tiang tertinggi cinta kita kepada Allah SWT. Ingat keindahan yang kau rasakan pada orang yang telah menyebabkan kau memiliki rasa “illegal” itu sebelum dibingkai dengan pernikahan adalah keindahan semu yang boleh jadi dihiasi oleh nafsu dan polesan godaan syetan. Yakinlah keindahan hakiki dalam mengelola rasa “illegal” adalah dengan pernikahan. Maka ketika rasa itu tiba persiapkan dirimu sebaik-baiknya. Tingkatkan kualitas amal, persiapkan bekal financial, perbaharui mental dan tanamkan keyakinan sedalam-dalamnya dalam relung hatimu, bahwa Allah telah menyediakan jodoh terbaik untukmu. Berharaplah hanya kepada Allah agar orang yang telah menumbuhkan bijih cinta di hatimu itu adalah manusia pilihan yang memang disiapkan Allah untukmu. Sabarlah dalam penantian, jadikan Allah teman setia dalam penantian. Kelak ketika tiba saatnya harus bersama maka engkau akan mendapati indahnya surga dunia dalam keseharianmu sampai Allah memisahkan melalui takdirnya.

Surga dunia hanya diperuntukkan kepada orang-orang yang telah sukses mengelola rasa cintanya. Orang-orang yang telah lulus dalam masa penantian. Dan orang-orang yang menempatkan rasa cinta kepada Allah jauh melebihi rasa cinta kepada siapapun. Cinta kepada Allah lah yang mendatangkan rasa cinta hakiki pada pasangan yang kita dambakan surga itu bisa dinikmati bersamanya. Jika engkau menjaga Allah maka Allah akan menjagamu dan menjaga jodoh yang Allah siapkan untukmu.

Selasa, 10 Januari 2012

Opick - Rapuh










Detik waktu terus berjalan
berhias gelap dan terang
suka dan duka tangis dan tawa
tergores bagai lukisan

Seribu mimpi berjuta sepi
hadir bagai teman sejati
di antara lelahnya jiwa
dalam resah dan air mata
ku persembahkan kepadaMu
yang terindah dalam hidup
Meski ku rapuh dalam langkah
kadang tak setia kepadaMu
namun cinta dalam jiwa
hanyalah padaMu
 
Maafkanlah bila hati
tak sempurna mencintaiMu
dalam dada ku harap hanya
diriMu yang bertahta
 
Detik waktu terus berlalu
semua berakhir padaMu

Selasa, 03 Januari 2012

" Memerdekakan Wanita...? "


Kaum feminis bilang susah jadi wanita (baca: muslimah), lihat saja peraturan dibawah ini:

1. Wanita auratnya lebih susah dijaga (lebih banyak) dibanding lelaki.
2. Wanita perlu meminta izin dari suaminya apabila mau keluar rumah tetapi tidak sebaliknya.
3. Wanita saksinya (apabila menjadi saksi) kurang berbanding lelaki.
4. Wanita menerima warisan lebih sedikit daripada lelaki.
5. Wanita perlu menghadapi kesusahan mengandung Dan melahirkan anak.
6. Wanita wajib taat kepada suaminya, sementara suami tak perlu taat pada isterinya.
7. Talak terletak di tangan suami Dan bukan isteri.
8. Wanita kurang dalam beribadat karena adanya masalah haid Dan nifas yang tak Ada pada lelaki. .


Itu sebabnya banyak yang berpromosi untuk “MEMERDEKAKAN WANITA”. and look,,,, .
1. Benda yang mahal harganya akan dijaga dan dibelai serta disimpan ditempat yang teraman Dan  terbaik. Sudah pasti intan permata tidak Akan dibiarkan terserak bukan? Itulah perbandingannya dengan seorang wanita.
2. Wanita perlu taat kepada suami. Bahwa sesungguhnya lelaki wajib taat kepada ibunya 3 kali lebih utama daripada kepada bapaknya.
3. Wanita menerima warisan lebih sedikit daripada lelaki, tetapi bahwa harta itu menjadi milik pribadinya Dan tidak perlu diserahkan kepada suaminya. Sementara apabila lelaki menerima warisan, ia perlu/wajib juga menggunakan hartanya untuk isteri Dan anak-anak.
4. Di akhirat kelak, seorang lelaki akan mempertanggungjawab kan terhadap 4 wanita, yaitu : isterinya, ibunya, anak perempuannya dan saudara perempuannya. Artinya, bagi seorang wanita tanggung jawab terhadapnya ditanggung oleh 4 orang lelaki, yaitu : suaminya, ayahnya, anak lelakinya Dan saudara lelakinya.
5. Wanita perlu bersusah payah mengandung dan melahirkan anak, tetapi bahwa setiap saat dia didoakan oleh segala makhluk, malaikat dan seluruh makhluk ALLAH di muka bumi ini, dan tahukah jika ia mati karena melahirkan adalah syahid dan surga menantinya.
6. Seorang wanita boleh memasuki pintu syurga melalui pintu surga yang mana saja yang disukainya, cukup dengan 4 syarat saja, yaitu: shalat 5 waktu, puasa di bulan Ramadhan, taat kepada suaminya dan menjaga kehormatannya.
7. Seorang lelaki wajib berjihad fisabilillah, sementara bagi wanita jika taat akan suaminya, serta menunaikan tanggungjawabnya kepada ALLAH, maka ia akan turut menerima pahala setara seperti pahala orang pergi berjihad fisabilillah tanpa perlu mengangkat senjata.

Masya ALLAH!
Demikian sayangnya ALLAH pada wanita.
Ingat firmanNya, bahwa mereka tidak akan berhenti melakukan segala upaya, sampai kita ikut/tunduk kepada cara-cara/peraturan yang diproduct.
Bahwa sebagai dzat yang Maha Pencipta, yang menciptakan kita, maka sudah pasti Ia yang Maha Tahu akan manusia, sehingga segala hukumNya/peraturanN ya, adalah YANG TERBAIK bagi manusia dibandingkan dengan segala peraturan yang dibuat manusia. Jagalah isterimu karena dia perhiasan, pakaian dan ladangmu, sebagaimana Rasulullah pernah mengajarkan agar kita (kaum lelaki) berbuat baik selalu (gently) terhadap isterimu.
Adalah sabda Rasulullah bahwa ketika kita memiliki dua atau lebih anak perempuan, mampu menjaga dan mengantarkannya menjadi muslimah Yang baik, maka surga adalah jaminannya. Berbahagialah wahai para muslimah. Tunaikan dan menegakkan agamamu, niscaya surga menanti.
Semoga bermanfaat

Silahkan SHARE ke rekan anda jika menurut anda note ini bermanfaat.

Source :2lisan.com
Shared By Catatan Catatan Islami Pages